Up date Merah Putih, Sempitnya ruang dan luang kerja maupun usaha disuatu daerah berpotensi membuat masyarakatnya terpaksa menjalani dua pilihan besar seperti berebut ingin menjadi PNS meski sebatas P3K atau P3K paruh waktu, dan bagaimana bisa menyandang label dewan yang terhormat.

Berpijak dari itu, ragam masalah dan persoalan yang muncul disuatu daerahnya sudah pasti diboncengi oleh kepentingan dan yang berkepentingan bagaimana cara bisa menggunjing dan mencari salah pegawai ataupun dewan, bahkan terkadang terjadi persaingan membabi buta dimasing lembaga guna bisa merebut dan mempertahan jabatan maupun kursi empuk masingnya.

Sementara, profesi Pengacara dan Wartawan termasuk LSM disebut lembaga yang diuntungkan era Reformasi, dengan tegapnya tak ingin ketinggalan menunjuk andil bak moster yang sudah diracit oleh syarat tradisional yakni “mandi limau tujuh ditujuh sumur” dikenal memiliki jurus mano tibo dengan cakar dan kuku tajamnya yang siap dimainkan bila mencuap rumor ataupun masalah terjadi.

Namun, maaf cakap kata orang Melayu Kopi daun alias daun serbuk Kawo terkesan ada diantara person dari masing lembaganya sudah tak lagi menjunjung tinggi prisip membela kebenaran, tapi lebih cenderung menempatkan keberpihakannya dalam membela yang membayar.

Begitu pula,aparat penegak hukum seperti pihak Kepolisian dan Kejaksaan tak hanya lancar dan sukses kerja karena adanya berkat tugas Pengacara, Wartawan dan LSM tiap harinya basitunggit kulur kilir dalam menjalankan tugas demi negeri dan negara tercinta

Tapi, juga terkadang pihak penegak hukum dipaksa dan terpaksa pasrah ketika mendengar kehendak dan maunya desakan wah yang bagana dan bagini yang disampaikan oknum Pengacara, wartawan maupun LSM.

Hingga sebuah kepokalan yang dianggap menjadi salah satu syarat untuk bisa menegak kebenaran bagi perubahan dan kemajuan, telah berubah strata ditengah masyarakat dengan anggapan bahwa kepokalan adalah segalanya.

Jadi sebuah dilema miris bernegara yang disesali, ulah sebuah kenyataan yang dianggap harus bisa dimaklumi karena begitulah adanya potensi dan kondisi terjadi disuatu daerah tertentu yang sempit ruang dan luang kerja bagi rakyat atau masyarakatnya.

Demikian tak luput terjadi di tanah bersudut empat yang incut Alamnya Kincai yakni Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi tiap waktunya bangga menyebut daerahnya negeri sekepal tanah syurga tercampak kemuka bumi yang katanya apapun ditanam bisa tumbuh subur, meski ditanam diatas batunya, seperti bagaimana kerakak diatas batu, kali.

Untuk itu, mesti dipahami dan disadari bahwa dampak dari minimnya sumber potensi Alam dimiliki ataupun dimiliki tapi tak kuasa digarap dan dipungsikan, telah membuat Pegawai termasuk Pemerintahan Desa dan dewan yang disebut Pemerintah selaku sumber perputaran uang ditengah masyarakat kerab menjadi bulan bulanan dan tempat pelampiasan amarah yang mengatas nama negeri.

Menyongsong HUT Kota Sungai Penuh yang seiring waktunya dengan HUT Kabupaten Kerinci, sudah seyogyanya semua yang menyebut peduli dan cinta negeri Sealam Kincai untuk segera menyadari dengan segala pembenahan bagi kemajuan digelar, terutama terhadap Wako bersama Wawako Sungai Penuh dan Bupati bersama Wabup Kerinci agar bisa segera mewujudkan tujuan pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran, seperti membuka lapangan kerja dan usaha. Amin semoga, penulisnya katakan sajalah orang jauh tapi dekat dihati namanya.@Yd,Yid,Yi dan Riles.