Update Merah Putih, Disetiap dan dimanapun paparan resminya menyangkut letak dan kondisi geografisnya Kerinci maupun Kota Sungai Penuh, Pemerintah daerah masingnya tak henti merinu pandang alias beriba hati ketika menyebut daerahnya rentan terhadap longsor dan banjir.
Dengan baiyo iyonya pula read-banget berharap kepada pemerintah Provinsi dan pusat serta dunia internasional agar peduli terhadap pembangunan pengairan irigasi, bendungan got maupun dreinase guna bisa mengendali air yang merembes sampai dimana mana penjuru larik dan dusun sealam Kincai ketika terjadi musim hujan.
Akibatnya juga berdampak terhadap ketahanan atau masa bagi pembangunan lainnya milik Pemerintah maupun bangunan milik pribadi, karena secara diam diam disebut air tenang menghanyutkan, dahsatnya juga memiliki daya rembes dan tekanan besar terhadap apa saja yang dilintasi dan digenanginya.
Realita ini sudah menjadi penderitaan turun temurun sejak dahin dulu kalanya dialami oleh daerah dan masyarakat sealam Kincai, meski tiap waktunya Pemkab Kerinci maupun Pemkot Sungai Penuh tak henti menggelar pembangunan sebagai antisipasi terhadap longsor dan banjir.
Bahkan pihak Balai Wilayah Sungai BWS VI yang berkantor di Jambi telah menggelontorkan paket proyek tak terhitung jumlah tiap tahun bagi pengendalian air maupun tali air di Kerinci dan Kota Sungai Penuh notabenenya daerah yang disebut sebut negeri basah karena atas dan bawahnya berair.
Dalam hal ini, bisa ditarik benang merahnya bahwa bicara air read-banjir dan longsor serta segala dampaknya di Kerinci dan Kota Sungai Penuh adalah sesuatu yang masih berkaitan dengan pengelolaan TNKS dan rendahnya kualitas dari material pembangunan dikelola Pemerintah maupun bangunan milik pribadi.
Kenapa sampai hatinya disebut demikian? Karena, pertama masih sering terjadinya longsor dan luapan air ataupun banjir bandang didaerah ketinggian ketika musim hujan, semua bisa terjadi tak lepas dari lemahnya pengaturan arus air dari daerah tertingginya yang berada dalam kawasan TNKS, sebagaimana teori air menyebut bahwa air mengalir dari tempat tertingginya ketempat terendah.
Saking ingin berlindung pada prisip satu ranting tidak boleh dipatah dan satu ekor nyamuk tak boleh dibunuh dalam kawasan TNKS, ternyata telah membuat pihak TNKS lalai menggelar introspeksi diri terhadap tugas yang menjadi gezahnya.
Dalam artian pihak TNKS berkewajiban memantau, mengontrol dan membangun setiap anak sungai alami dalam kawasannya TNKS, hingga debet dan tekanan air yang mengarus kekawasan peladangan dan pemukiman penduduk bisa berlangsung secara beraturan.
Kedua, dimaksud rendahnya kualitas material bangunan adalah masih terlihatnya bangunan Pemerintah maupun pribadi di Kerinci dan Kota Sungai Penuh yang menggunakan material batu kapur dan pasir kuning bercampur tanah yang rentan serta mudah kropos bila digenangi air, apalagi bila tiap waktunya diterpa air, mestinya material yang digunakan adalah batu kali dan pasir berkualitas terutama untuk setiap pembangunan yang berdekatan dan dalam kawasan rentan terjadi banjir.
Dilema yang sudah mengarat terjadi di Kerinci dan Kota Sungai Penuh tersebut, hendaknya menjadi perhatian penuh dan segera dari masing Pemerintah daerah dan masyarakatnya termasuk pihak TNKS, karena disebut pembangunan sesungguhnya tak sebatas dipandang dari seberapa wah nilainya dan bisa dipertanggung jawab secara hukum semata, tapi yang lebih pentingnya lagi adalah sejauh mana kualitas dan manfaat dari jangka panjangnya. Amin semoga, penulisnya katakan sajalah orang jauh tapi dekat dihati namanya.@Yd,Yid,Yi dan Riles.







